Mengenai Saya

Foto saya
Singkawang, Kalimantan Barat, Indonesia
Saya berasal dari Singkawang Kalimantan Barat. Saya anak Suku Dayak Salako Garantukng Sakawokng. Saya cinta perdamaian. Saya cinta Indonesia.

Rabu, 11 Oktober 2023

CERPEN "PAKATAN" Karya Hendrasius Bahari

 

PAKATAN

(Karya Hendrasius Bahari)

Seperti peribahasa lama, karena Setitik Nila Maka Rusaklah Susu Sebelanga. Itulah peribahasa yang tepat untuk aku ucapkan pada keadaanku. Kebaikan seseorang akan hilang, disebabkan suatu kesalahan. Namun itu semua berpulang dari siapa yang memberi penilaian, tentang baik buruknya seseorang. Mungkin saja kita menganggap diri kita paling benar, akan tetapi belum tentu itu mutlak hal yang benar. Ada kalanya kita menilai orang lain itu salah, akan tetapi belum tentu orang tersebut salah. Semua terpulang pada kaca mata yang memberikan sudut pandang penilaian masing-masing.

Ini terjadi kala Ia mulai sadar, sesungguhnya mereka tidak menyayanginya lagi. Ia telah berkorban namun mereka tidak menghargai pengorbanannya. Mereka hanya mengingat kesalahan yang dilakukan dan menganggapnya suatu kesalahan yang fatal.

“Aku benci bapak! Aku tak mau mengenal bapak lagi,” ujar Yoel dengan tulisan di WA bernada kebencian yang menyayat hatinya.

Dengan perasaan kecewa, sang bapak menuliskan balasan pesan singkat di WA, “Mengapa kau tuliskan kata-kata itu, nak? Tahukah kamu jika itu menyakitkan hati Bapak!”

“Lho, memang bapak marah. Bapak tahu sendiri, jika hal itu membuat aku sakit hati terhadap bapak,” balasnya dengan nada seolah-olah memberi penghakiman jika yang salah adalah sang bapak.

“Baik nak, bapak mengakui kesalahan itu. Namun kamu harus tahu, jika bapak mempunyai alasan untuk membela diri terhadap tuduhan yang kamu sampaikan,” balas sang bapak.

Lanjut balasnya pada sang bapak, “Mulai hari ini aku akan ngekos, aku tidak mau lagi pulang ke rumah bapak!”

            Yoel marah pada sang bapak, karena kejadian beberapa hari lalu. Saat itu ada seorang teman perempuan Yoel, bernama Cia. Ia adalah teman sekolah Yoel sewaktu SMA, juga sama-sama alumni pada sebuah panti asuhan di kota Singkawang. Mereka keluar dari panti asuhan karena telah berbuat kasus yang hampir mencoreng nama baik panti asuhan. Menurut informasi yang akuterima dari sahabatnya yang lain, jika diam-diam Cia telah melakukan hubungan terlarang dengan Thomas, sahabatnya. Hal itu benar atau tidak, pastinya aku dapatkan berita dari orang yang benar. Dan hal inilah yang paling aku takutkan padanya, jika ia memanfaatkannya sebagai korban berikutnya.

            “Permisi pak, selamat sore?” sapa Cia di depan pintu sambil memegang gadged miliknya. Lalu sahut sang bapak yang sore itu sedang menyapu ruang tamu, “Sore juga. Oh Cia yang datang. Ayo silahkan masuk! Tapi maaf ya bapak sedang nyapu neh, soalnya sibuk tadi pagi.”

“Ya pak, tidak apa,” jawab Cia.

Tanya bapak, “Oh ya Ci, bagaimana kabarmu?”

“Baik pak. Kalau bapak bagaimana? Sehatkah?” tanya Cia. “Bapak kurang enak badan, karena beberapa hari ini terkena hujan terus saat pulang kerja,” sahut bapak.

Dengan basa-basi Cia bertanya, “Oh ya pak, Yoel ada pak?

Jawab bapak, “Yoel belum pulang, mungkin dia hari ini tidak pulang. Memangnya kamu tidak tahu jika dia bekerja di hotel Swiss Bellin, Singkawang Grand Mall di bagian juru masak.”

Jawabnya, “Ada sih pak dia beri tahu.”

Ucapku lagi, “Hari ini dia tidak pulang, karena katanya sedang menjalani proses tryning kenaikan pangkat. Tadi subuh bapak mengantarnya ke sana sekitar jam empat subuh.”

Sahut Cia, “Oh gitu ya pak.”

“Iya.” Jawab bapak.

“Oh ya pak, tadi saya VC Yoel, sebenarnya saya ingin meminjam gitar Yoel. Kalau berkenan sih,” ujar Cia sambal tersenyum simpul dengan rambut terurai.

Cia mengatakan bahwa ia hendak meminjam gitar milik Yoel, gitar itu terpampang di dinding dalam ruang kamar tengah bersebelahan ranjang besi kuno, milik ibu.

Mendengar hal itu spontan sang bapak berkata, “Kok Yoel tidak menelpon bapak ya? Padahal bapak kan ada seharian di rumah.”

Sahut Cia, “Barusan Yoel nelpon saya pak!”  Jawabnya, “Lho, kok bisa.” Tambahnya pula, “Jujur seh, bapak tidak berani meminjamkan gitarnya, karena ada aturan di rumah ini jika semua anggota keluarga tidak boleh meminjamkan barang secara sembarangan meskipun kamu teman baiknya. Aturan itu dibuat oleh kakek untuk menghindari hal-hal buruk yang telah terjadi sekitar lima puluh tahun lalu di rumah ini.”

“Ya pak, Cia mengerti maksud bapak.” Jawab Cia, yang nama lengkapnya Elva Enquinci. Tampaknya Cia terlihat kesal dengan sang bapak. itu tampak dari wajahnya yang jutek dan memuliki aura negatif.

Sang bapak bercerita secara panjang lebar atas kejadian itu. Sang bapak sambil sesekali mendengarkan curhatan dari cia yang selama ini telah bekerja di salah satu kantor yang memiliki bos etnis thionghoa, dengan gaji sebesar tiga juta rupiah perbulan dengan biaya makan dan penginapan gratis oleh boss yang menanggung semua biaya kehidupannya selama dia bekerja di tempat itu.

Cia juga bercerita jika dia harus menggunakan uangnya untuk hal-hal yang bermanfaat. “Saya pak sebenaarnya ingin kuliah, tapi kadang saya masih ragu. Saya takut membebani keluarga, memang seh gaji saya besar. Namun saya harus berbagi dengan orangtua saya. Saya ingin menyenangkan mereka. Bibi juga mendukung saya untuk kuliah, ia menyarankan saya untuk menuntut ilmu lebih banyak lagi. Hal itu membuat saya termotivasi untuk mencari biaya.” Ujarnya.

Sang bapak terus mendengarkan Curhatannya, sambil ia sesekali mengelus dada karna kepedihan yang akan terjadi pada dirinya. Sang bapak kemudian menyuruh cia menghubunginya lagi. tetapi katanya dia masih sedang bekerja di dapur. lalu iapun mencoba menelpon melalui WA, memang benar hpnya tidak aktif. lalu beberapa saat kemudian kira-kira pukul lima sore, Iapun menelpon kembali karna terlihat Cia menerima pesan singkat dari seseorang. Ya memang benar, itu pesan singkat dari Yoel.

“Halo yoel, kamu sudah pulangkah?” tanya sang bapak.

“Belum pak.” jawabnya.

“Oh ya ni ada temanmu Cia datang, katanya mau pinjam gitarmu. Kok kamu gitu ya nak, nggak kasi tau bapak dulu. Kamu langsung suruh-suruh temanmu ambil barang sesukamu. Memang seh bapak tau itu gitarmu. Tapi kan tidak salahnya jika kamu telpon bapak dulu. Biasa kalo minta jemput pulang, kamu terus menerus-terusan menelpon bapak, sampai berkali-kali. ini giliran kawanmu mau pinjam barangmu kamu nggak kasih kabar sedikitpun ke bapak. tega kamu ya.” Sang bapak berbicara dengan nada emosi kepadanya. Karna sang bapak tahu jika selama ini Yoel selalu mengandalkan sang bapak saat ada kesulitan. Namun saat ada hal lainnya, sang bapak seakan-akan tidak dianggap. hal itu yang membuat sang bapak sedih.

“Bukan begitu pak, itu gitarnya saya pesan agar diantar ke kos, karna saya butuh hiburan.” Ujarnya dalam sambungan telepon. Lalu jawab sang bapak, “Masa begitu Wel, temanmu mau minjam barangmu kamu pinjami sedangkan bapak yang sudah berkorban banyak untuk kamu malah kamu cuek. Kami kan perlu juga belajar gitar itu. Ingat kita sama-sama membelinya saat itu.”

Dia terdiam sesaat, lalu ujar sang bapak lagi, “Kira-kira kamu mau meminjamkannya berapa lama? Seminggu, sebulan atau berapa lama?” Lalu jawab Yoel, “Selamanya aja pak.” Ujar sang bapak, “Tidak bisa, masa begitu. Bapak tidak mau meminjamkannya.” Lalu sahutnya lagi dengan sombongnya, “Baik kalau begitu hancurkan saja gitar itu pak.” Kemudian sang bapak menuju Cia, dan berkata “Bapak tidak dapat memberikannya padamu, karna Yoel sudah keterlaluan.” Lalu jawab Cia, “Baiklah Pak, kalau begitu saya permisi ya pak. Terima kasih.” Cia pergi dengan perasaan kesal, terlihat dari cara bicaranya dan Bahasa tubuh yang ia tunjukkan pada sang bapak.

Hari mulai gelap, suara azan magrib terdengar bersama rintik hujan. Hati sang bapak mulai tergores, karna anak asuh yang selama ini ia rawat ternyata telah berlaku curang. Dari gelagat gaya bicara yang disampaikan lewat sambungan telepon menunjukkan jika Yoel telah berlaku curang pada sang bapak. Mengapa dikatakan curang? Karena selama ini sang bapak yang perduli dengannya, malah tidak dihargai. Malah teman lama yang tidak andil dalam hidupnya yang diperhatikan. Dari situlah sang Bapak tahu jika Cia menjalin hubungan asmara, karna sesaat Cia bercerita, jika ia hendak memberi uang kepada Yoel jika menerima bantuan dana PIP yang diberikan oleh pemerintah. Selain itu, saat berbincang-bincang dengan Cia, Sang bapak sempat memotret Cia dan mengirimkan foto tersebut kepada Ibu Dewi Listi, seorang Polisi Wanita bekas istri Dokter Musa tempat Cia pernah tinggal saat diusir dari panti asuhan.

Ibu Dewi Listi mengatakan, jika Cia memang teman Yoel, serta Kong Wawa, Delvi, Tomas dan beberapa rekannya. Mereka sama-sama kabur karna telah melakukan hal buruk di Panti asuhan. Yang jelas ibu Dewi juga trauma kepada Cia dan Kong Wawa, yang telah menyebabkan retaknya rumah tangga mereka. Pikir sang ayah, “Jangan-jangan Antonius Wahyu terlibat juga dalam kasus ini.” Akan tetapi, setelah dikonfirmasi ke kakak panti ternyata Antonius Wahyu mengalami kasus biasa. Ikut-ikutan Yoel, sehingga ia kabur ke rumah salah seorang gurunya. Memang seh menurut curhatan dari pak guru, Yoel dan beberapa temannya pernah mencuri cincin milik Oma Panti. Saat itu Wahyu masih tinggal dengan pak guru, dan di sana jelas jika wahyu bercerita jika cincin itu dijual mereka melalui perantaraan asisten dapur sekolah. Yoel mengatakan jika cincin itu didapat ditepi jalan sehingga asisten dapur dan seorang guru lainnya tidak curiga jika barang itu ternyata hasil curian. Sang bapak juga sempat mengonfirmasi ke kakak panti jika Yoel seorang kleptomania alias suka mencuri. Dan hal inilah yang sempat membuat sang bapak syok, kala itu Yoel pernah masuk ke kamar almarhum ayahnya yang dikunci dengan kunci gembok. Lalu Yoel membuka pintu kamar dengan anak kunci lain, alasannya ingin mengambil uang untuk membeli kuota. Untung-untung yang memberi tahu itu Bong Se Khiu, salah seorang temannya yang juga tinggal bersamanya saat itu. Dari sinilah kekuatiran dan ketakutan sang bapak mulai muncul, iapun berkesimpulan jika sebenarnya Yoel itu memang anak yang bermasalah dan tidak beres. Apalagi setelah tahu jika info yang diberikan oleh Ibu Dewi, Kakak Panti, Bong Se Khiu dan Pak Guru memang akurat. Terbukti juga sang adik juga menderita penyakit kleptomania sehingga ia harus diusir juga dari panti dan dibawa oleh Leri ke rumah pak guru.

“Seandainya aku sadar dari awal, mungkin aku tidak akan membantumu nak. Bapak benar-benar menyesal. Semoga ini pelajaran berharga bagi bapak di lain kesempatan untuk tidak buru-buru membantu anak-anak yang memiliki kasus terpendam seperti itu.” Pikir sang bapak dalam hati, sembari meneteskan air mata.

Tidak ada komentar:

Puisi Ngauk Kapalo karya Hendra Bahari Singkawang 2024

 Ngauk Kapalo (Hendra Bahari Singkawang)   Nanang mato ka oncok bukit, Maok ijook gaik taraboh, Antoh mato dameo, Mato urok taraboh, Ka puhu...